Reksa dana sebagai pilihan sarana investasi bagi banyak orang ternyata masih menakutkan. Sering kali investor rela kehilangan uangnya dengan berinvestasi sendiri tanpa belajar lebih lanjut mengenai ilmu berinvestasi. Membeli saham dengan kemampuan analisa yang pas-pasan -jika anda belum mengerti seluk beluk saham- yah, akan sangat berbahaya. Calon investor akan mudah terpengaruh dan rentan salah dalam mengambil keputusan. Timbul pertanyaan dalam diri investor, khususnya investor baru yang menginginkan dana investasi mereka bisa berkembang dengan cara dan prosedur berinvestasi yang benar, bagaimana caranya memilih instrumen investasi yang tepat? Apakah reksa dana merupakan pilihan terbaik? pada kenyataannya nilai investasi mereka di dalam unit penyertaan reksa dana yang dibelinya ternyata bisa mengalami drawdown hingga lebih dari -50% pada beberapa waktu lalu. Selain karena pandemi covid-19, penurunan nilai aset reksa dana yang terjadi juga karena digadang-gadang akibat "krisis bandar" yang sayangnya pernyataannya tidak berujung pada konklusi atau pun solusi dari pihak penyelenggara bursa.
Seringkali, hanya untuk mendengar kata reksa dana saja seseorang bisa mengernyitkan dahi seolah reksa dana adalah instrumen investasi yang berbahaya. Sebagian investor akan berpikir bahwa uang yang diinvestasikan dalam unit penyertaan reksa dana akan hilang begitu saja, seperti kejadian-kejadian yang pernah terjadi sebelum tahun 2010 yang melibatkan sekuritas besar dan menghilangkan dana masyarakat dalam jumlah besar. Kejadian-kejadian financial fraud yang terjadi sebelumnya yang melibatkan oknum sekuritas, bahkan saat sebelum OJK didirikan pun, lantas dijadikan referensi para investor untuk membuktikan bahwa berinvestasi reksa dana sama merugikannya. Kenyataanya, hal itu adalah salah karena reksa dana dikelola oleh tim manajer investasi yang berpengalaman di pasar modal, bersertifikat Wakil Manajer Investasi (WMI), memiliki sertifikat keahlian yang diakui BNSP seperti CSA (Certified Securities Analyst), CTA (Certified Technical Analyst), atau bahkan sertifikat keahlian internasional seperti CFA (Chartered Financial Analyst) atau CAIA (Chartered Alternative Investment Analyst) dan masih banyak lagi. Manajer investasi memiliki tim dalam menggali informasi, melakukan top down analisis, dan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mendapatkan imbal hasil investasi yang terbaik.
Dengan latar belakang seperti yang telah disebutkan, produk reksa dana saat ini sebenarnya masih memiliki reputasi yang kurang tepat di mata para investor, khususnya investor yang tidak memiliki pengetahuan dan kemauan untuk belajar atau malah lebih percaya untuk terlibat dan merelakan uangnya pada skema money game yang marak di asia tenggara. Nah, artikel kali ini, akan membahas apa sih penyebab utamanya, mengapa reksadana belum menjadi pilihan alternatif utama untuk para investor berinvestasi?
Penyebab yang utama adalah ketidaktahuan, tak kenal maka tak sayang, perlu sosialisasi lebih menyeluruh ke berbagai aspek lapisan masyarakat. Mengetahui risk apetite masing-masing investor juga penting, karena jika belum mengetahuinya, maka akan sulit untuk mengetahui jenis reksa dana yang cocok untuk dipilih. Ngomong-ngomong risk apetite dari investor, apakah anda mengetahui risk apetite anda? jangan rancu, jika anda tidak berani membeli unit reksa dana dari perusahaan manajer investasi yang besar dan terkenal karena takut rugi atau dibawa lari uangnya, tapi anda selalu ikut serta dalam skema bisnis money game bertahun-tahun dan selalu menjadi korban dan tidak kapok, maka hal tersebut adalah bias, anda mungkin harus lebih memperdalam pengetahuan di bidang keuangan, investasi khususnya di pasar modal. Lantas apa gunanya anda mengetahui risk apetite anda? gunanya untuk supaya anda bisa memilih jenis reksa dana yang cocok untuk anda berinvestasi, karena tiap reksadana memiliki profil dan tingkat resiko yang berbeda-beda, dari yang paling rendah, hingga paling tinggi. Apa saja jenis reksa dana berdasarkan tingkat resiko tersebut?
Reksa Dana Saham
Reksa dana ini adalah jenis reksa dana yang memiliki tingkat resiko tertinggi, reksa dana saham adalah sebuah aset portfolio yang dikelola oleh manajer investasi yang berisikan keranjang kumpulan saham-saham yang dinilai memiliki fundamental yang baik. Biasanya, Manajer investasi akan mengacu pada emiten-emiten yang blue chip, likuid, berkapital raksasa, seperti yang mengisi indeks LQ-45. Manajer investasi bisa saja menyamai kinerja portfolionya dengan kinerja indeks LQ-45 dengan cara menyesuaikan pembobotan saham-sahamnya dengan indeks tersebut (menyerupai reksa dana indeks yang akan dibahas setelah ini), akan tetapi pada kenyataannya akan ada saham-saham third liner yang mereka yakini jika harganya akan terbang ke bulan, sehingga kinerja portfolio manajer investasi tersebut bisa melampaui pertumbuhan indeks LQ-45.
Permasalahannya adalah saat terjadi anomali pasar, maka saham-saham third liner tersebut bisa saja terjun bebas jika misalkan ada krisis bandar, atau ada pemain-pemain besar di pasar modal yang terjerat kasus. Hal tersebut yang membuat jebloknya kinerja reksa dana saham yang dikelola oleh manajer investasi, nilai floating minusnya tidak main-main, bisa sampai -60% atau bahkan lebih loh! alhasil, paniklah para investor. Namun, perlu dipahami bahwa reksa dana saham adalah jenis reksa dana yang membutuhkan rentang waktu panjang agar bisa di dapat manfaatnya, bisa saja butuh waktu lebih dari 5 sampai 10 tahun untuk mendapatkan keuntungan dari berinvestasi reksadana saham dengan kenaikan nilai investasi rata-rata 13%-20% per tahun. Reksa dana saham merupakan jenis investasi dengan rata-rata imbal hasil tertinggi.
Reksa Dana Gabungan
Reksa dana jenis ini memiliki aset portfolio efek berupa gabungan dari kumpulan saham, obligasi serta instrumen pasar uang. Reksa dana gabungan memiliki level resiko lebih rendah dibandingkan dengan reksa dana saham karena reksa dana tipe ini masih memiliki jenis aset yang lebih aman seperti obligasi dan instrumen surat hutang di pasar uang. Jika ingin lebih aman, maka ketahui dulu tipe obligasi yang dipilih oleh manajer investasi, sebaiknya memilih reksadana yang bobot pembelian obligasinya lebih besar untuk obligasi negara ketimbang korporasi, karena tingkat resiko gagal bayar (default risk) obligasi korporasi lebih tinggi daripada milik pemerintah.
Reksa Dana terstruktur
Reksa dana ini memiliki kriteria khusus, salah satunya seperti reksa dana indeks, yaitu produk dana kelolaan manajer investasi yang mengacu pada indeks-indeks yang terdapat di bursa efek Indonesia, misalnya saja seperti LQ-45 atau Jakarta Islamic Index. Manajer investasi akan mengikuti pembobotan pada LQ-45 atau JII sebagai acuan kinerja portfolionya, diharapkan hasil imbal hasil tahunan dari reksa dana tersebut identik dengan indeks yang menjadi acuannya.
Reksa dana terstruktur juga bisa berupa investasi melalui aset di sektor real, contohnya adalah DIRE (Dana Investasi Real Estate) yang dananya di alokasikan pada sektor real yaitu bangunan-bangunan komersial. Reksa dana ini memiliki level resiko yang lebih rendah dibandingkan jenis-jenis reksa dana sebelumnya, khususnya jika mengacu pada kinerja indeks yang dalam jangka panjang selalu mengalami kenaikan. Di pasar modal luar negeri, contohnya Amerika serikat, terdapat indeks yang dapat di beli langsung melalui pasar reguler, seperti exchange traded fund (ETF). Investor dapat membeli indeks-indeks yang terdapat di bursa secara langsung. Tidak di Indonesia, disini investor harus membeli produk reksa dana yang mengacu pada sebuah indeks, melalui produk sekuritas atau manajer investasi.
Reksa dana Pendapatan Tetap
Sesuai dengan namanya, reksa dana ini berisikan aset-aset yang memberikan return pendapatan tetap kepada para investornya, contohnya seperti obligasi dan instrumen pasar uang. Obligasi terbagi dua yaitu obligasi pemerintah dan korporasi. Biasanya manajer investasi akan lebih banyak memilih obligasi pemerintah dalam portfolionya yang diikuti dengan obligasi korporasi dan sedikit alokasi untuk instrumen pasar uang.
Contoh di atas adalah alokasi sektor dalam reksa dana pendapatan tetap, sebesar 96,49% aset dialokasikan untuk obligasi pemerintah dengan kode FR, lalu sisanya dengan bobot 1,14% untuk sektor properti dan real estate.
Reksa dana pendapatan tetap adalah jenis reksa dana yang paling cocok untuk investor yang tidak ingin berinvestasi pada saham dan indeks yang memiliki tingkat volatilitas lebih tinggi. Walaupun reksa dana ini tingkat resikonya cenderung rendah, namun tetap saja suatu saat nilai modal akan berkurang jika salah satu obligasi terjadi gagal bayar atau terjadi penurunan nilai obligasi. Melalui pengamatan pribadi, dana awal investor bisa mengalami draw down hingga -5% untuk jangka waktu tertentu, namun karena tipe alokasi asetnya melalui jenis efek yang stabil, maka nilai modal investor akan kembali berkembang dan dapat memberikan imbal hasil yang cukup tinggi yaitu 5-15% per tahun. Berikut adalah contoh kinerja reksadana pendapatan tetap yang dirilis salah satu sekuritas.
Melalui grafik, kita bisa lihat bahwa nilai investasi pernah mengalami penurunan hingga -4,68% (YTD), akan tetapi grafik menunjukan kenaikan harga yang stabil dengan tingkat imbal hasil mencapai 46,94% dalam kurum waktu 5 tahun.
Reksa Dana Pasar Uang
Tipe reksa dana yang terakhir ini, memiliki tingkat resiko yang paling rendah. Aset yang dimiliki mayoritas adalah instrumen pasar uang, seperti surat hutang bank, deposito dan lain sebagainya. Yang membedakan pasar uang dengan obligasi adalah durasi jatuh temponya. Pasar uang memiliki jatuh tempo kurang dari setahun sehingga memiliki resiko gagal bayar yang lebih rendah dan memiliki likuiditas tinggi, sehingga reksa dana pasar uang sering juga disebut reksa dana pasar likuid. Reksa dana jenis ini memiliki tingkat imbal hasil yang paling rendah dibandingkan dengan tipe reksa dana lainnya, umumnya imbal hasilnya menyerupai atau sedikit lebih besar dari bunga yang dihasilkan oleh produk deposito perbankan. Berikut adalah contoh ringkasan kinerja salah satu reksa dana pasar uang.
Melalui data ringkasan reksa dana, dapat dilihat alokasi aset 99% adalah pasar likuid dan 1% adalah obligasi, disebut obligasi karena memiliki jatuh tempo lebih dari setahun, sedangkan aset likuiditasnya tersebar dalam berbagai produk hutang atau deposito dari berbagai bank seperti yang tertera pada top 10 efek portfolio. Reksa dana pasar uang sebenarnya tetap memiliki resiko berkurangnya nilai modal investor, akan tetapi hal itu sangat jarang terjadi, kita dapat melihat dalam laporan kinerja reksa dana bahwa hampir tiap periode yang menjadi acuan belum pernah tercatat mengalami penurunan, jadi grafik pada reksa dana pasar uang sangatlah stabil tetapi tentu dengan return yang paling kecil di antara jenis reksa dana lain.
Dengan pembahasan mengenai jenis-jenis reksa dana beserta tingkat resiko nya, maka penting bagi investor untuk mengenali risk apetite dan tujuan dalam berinvestasi. Setelah mengetahuinya anda baru dapat mempertimbangkan jenis reksa dana terbaik untuk anda berinvestasi. Sebagai contoh, jika anda tidak ingin mengalami penurunan nilai awal investasi, maka anda bisa memilih reksa dana pasar uang. Jika anda menginginkan imbal hasil lebih besar dengan risk tolerance yang di miliki oleh reksa dana pendapatan tetap, maka anda dapat memilihnya. Jika anda adalah seorang risk taker, maka anda bisa memilih jenis reksa dana dengan tingkat resiko yang lebih tinggi seperti reksa dana saham atau indeks. Anda pun bisa memilih untuk membeli semua jenis reksa dana, jika anda sudah menghitung bobot alokasi yang tepat untuk seluruh jenis reksa dana. Misalnya, dana paling besar anda alokasikan untuk reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap, lalu dana yang lebih kecil untuk reksa dana indeks dan saham.
Comments